Membangkitkan Keberanian di dalam Iman
“Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua.” (Wahyu 21:8). Mereka langsung masuk ke dalam lautan api yang menyala-nyala. Bukan antri dahulu untuk masuk sorga, tapi langsung ke neraka. Hal itu bukan untuk menakut-nakuti, tetapi kenyataannya di luar Tuhan selalu ada ketakutan yang tidak akan pernah bisa dijawab oleh apapun yang ada di dunia ini. Agama-agama berusaha menenangkan manusia, tapi tetap saja tidak bisa. Tanpa Tuhan ketenangan yang sejati tidak akan pernah didapatkan karena masih ada dosa yang bergejolak dalam hatinya. Berbicara tentang sorga dan neraka itu menggoncangkan kenyamanan orang-orang di luar Tuhan. Jadi jawabannya adalah pemberitaan Injil. Memberitakan Injil itu menyelamatkan diri sendiri dan orang lain. Paulus sampai berkata “celakalah aku jika aku tidak memberitakan Injil” karena dia tahu bahwa memberitakan Injil itu menyelamatkan dirinya dan orang lain. Memberitakan Injil bukanlah tugas, tapi kewajiban. Orang-orang bisa keluar dari apa yang tertulis di Wahyu 21:8 yaitu melalui pemberitaan Injil.
Dalam Efesus 6:19, Paulus menyatakan dirinya dengan berkata “aku”. Maksudnya ia menyatakan bahwa ia juga harus memberitakan Injil. Orang bertobat dan dilahirkan kembali tidak hanya senang dengan keadaan yang sudah dibebaskan, tapi ada tanggung jawab untuk memberitakan Injil. Paulus mengerti dengan tanggung jawab itu. Apabila kita sudah bertobat dan dilahirkan kembali berarti kita sudah menerima rahasia Injil. Namun terkadang kita masih takut-takut untuk memberitakan rahasia Injil itu. Memberitakan Injil memang butuh perjuangan, tapi kenyataannya ini kewajiban yang harus dilakukan bagi orang yang sudah dilahirkan kembali. Pemberitaan Injil inilah yang Paulus usahakan di manapun dia berada dan apapun keadaannya. Pemberitaan Injil harus terus meledak-ledak dalam kita karena itu menghidupkan semua orang.
Selanjutnya kita akan melihat tentang teori dan pengalaman. Kedua hal itu sangatlah berbeda. Teori yang benar adalah hasil dari pengalaman yang kemudian diteorikan. Sedangkan pengalaman itu sendiri sifatnya pribadi. Sebaliknya, teori bersifat umum. Pengalaman lebih mahal harganya daripada teori. Dalam hal Injil juga jangan hanya teori demi teori saja atau sekedar pengajaran karena iman tanpa perbuatan adalah mati. “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” (Ibrani 11:1). Iman yaitu kita percaya pada apa yang Yesus katakan. Seperti peristiwa pohon ara yang dikutuk oleh Yesus. Yesus hanya berkata “jikalau kamu punya iman sebesar biji sesawi saja maka kamu bisa memindahkan gunung.” Itu artinya kita bisa melakukan perkara yang lebih besar lagi. Bukan malah yang lebih kecil. Banyak dari kita imannya kandas karena tidak berani melakukan tantangan yang lebih besar lagi. Dalam Roma 10:17 kita bisa melihat sumber dari iman. Iman timbul dari pendengaran, pernyataan, dan perkataan firman Kristus. Jadi iman berasal dari Tuhan berbicara. Tuhan bisa berbicara setiap saat. Asal kita menyiapkan telinga kita untuk mendengar dan mentaati Dia. Jika kita taat, Tuhan akan berbicara supaya kita selamat. Iman kita pasti bangkit ketika Tuhan berbicara dan kita taat.
Sekarang kita mau melihat tentang kewajiban dalam perlombaan iman. Ada kewajiban yang harus dilakukan untuk bisa masuk kerajaan sorga. Lalu apa kewajibannya? Perlombaan iman. Perlombaan iman itu wajib sifatnya. Mari kita lihat di Ibrani 12:1. Kita bertobat dan dilahirkan kembali untuk memenuhi panggilan sebagai saksi-saksi iman. Bukan hanya menjadi orang Kristen yang baik atau cukup baik untuk dinilai orang atau dinilai jemaat. Kita mempunyai banyak saksi seperti awan yang mengelilingi kita. Mengelilingi berarti itu memenuhi pikiran kita atau menguasai atmosfer di sekitar kita untuk melakukan perkara yang besar. Tidak ada ketakutan atau ketidakpercayaan di dalamnya.
Selanjutnya ada banyak beban dan dosa yang merintangi kita. Namun mengapa tidak ditinggalkan? Karena kita tidak mau menang. Kita hanya mau nyaman. Jangan hanya puas menjadi jemaat Jubilee, tapi tidak pernah menang dalam perlombaan iman. Perlombaan iman itu harus dilakukan dengan tekun, bukan hanya asal-asalan. Dari ketekunan itu pasti membuahkan hasil. Kalau belum ada hasilnya itu karena kurang bertekun. Kita harus selalu ingat bahwa kita dipanggil untuk menjadi pemenang dan berhasil.
Berbicara tentang kewajiban dalam perlombaan iman kita akan melihat:
a. Pengalaman Pendahulu Kita
Kita memiliki banyak saksi dan mereka sudah berpengalaman di dalam iman. Kita harus membaca, mendengar, dan merenungkan kisah-kisah mereka bersama dengan Tuhan. Dalam Ibrani 11:4 kita akan melihat kisah orang yang hidup di dalam iman yaitu Habel. Habel dengan iman mempersembahkan korban yang lebih baik daripada Kain. Iman adalah persembahan yang terbaik dari segala persembahan yang paling baik. Iman itu sempurna. Kalau kita ingin dikenang sampai mati seperti Habel, itu karena iman kita. Bukan kekayaan kita yang membuat kita dikenang.
Lalu tentang Simson. Ia dalam keterpurukan sekalipun tetap berdoa supaya imannya bangkit. Setelah itu yang mati lebih banyak dua kali lipat daripada waktu keperkasaannya di masa lalu. Kemudian di Ibrani 11:31, cerita tentang Yosua bersama pengintai lainnya yang diutus untuk mengintai. Di negeri itu ia masuk ke rumah pelacur yaitu Rahab, tapi bukan untuk melacur. Malah Rahab yang menyelamatkan Yosua. Memang ada pelacur yang juga ingin diselamatkan seperti Rahab. Rahab ingin keluar dari kehidupan yang durhaka itu.
2. Pengalaman Kita
Kita bisa berbagi dalam selgrup bagaimana pengalaman kita bertobat, memberitakan Injil, dll. Namun tidak hanya puas sampai di situ. Kita juga harus membagikan pengalaman-pengalaman kita yang bergerak di dalam karunia Tuhan. Tidak hanya bersyukur sudah bertobat dan dilahirkan kembali, tapi kita juga harus mengalami bagaimana bergerak di dalam iman yaitu menaklukkan kerajaan-kerajaan, menutup mulut “singa”, dsb.
3. Pengalaman Berikutnya
Jangan puas dengan pengalaman yang sudah terjadi. Kita harus terus mengerjakannya sampai selesai. Bukan dengan cara kita lagi, tapi caranya Tuhan. Maukah kita mengalami pengalaman berikutnya yang lebih luar biasa lagi? Atau kita merasa cukup puas dengan pengalaman pendahulu kita dan itu berhenti menjadi teori bagi kita? Kesaksian para pendahulu kita itu bermaksud supaya kita melakukannya lagi bahkan yang lebih luar biasa. Apa yang terjadi dalam Kisah Para Rasul 4:29-31 itu karena karunia Roh bekerja sehingga mereka dianiaya bahkan diancam. Namun mereka terus bangkit keberaniannya. Mereka terus meminta keberanian untuk memberitakan Injil. Sekarang pertanyaannya, apakah doa seperti itu terus Saudara lakukan? Kalau ya, maka manifestasi-manifestasi akan terus terjadi dan orang yang penuh dengan Roh Kudus tidak akan pernah tinggal diam. Orang yang dipenuhi Roh Kudus bukanlah orang yang memikirkan masalah yang tidak pernah ada selesainya, tetapi ia adalah orang yang siap melakukan firman Tuhan. Setela berdoa, mereka memberitakan firman dengan berani, bukan karena kehebatan mereka tapi Roh Kudus.
Dalam Efesus 6:18-20 masih berbicara tentang pengalaman berikutnya. Paulus tidak puas dan ia terus pergi ke kota-kota untuk memberitakan rahasia Injil. Ia merasa tidak cukup dengan satu orang, satu jemaat, atau satu kota. Paulus ingin seluruh kota percaya terhadap rahasia Injil yang telah dipercayakan kepadanya. Kita semua perlu berdoa supaya Injil beroleh kemajuan bagi orang percaya. Orang yang memberitakan bisa terpenjara, tapi firman Tuhan tidak pernah bisa terpenjara. Firman Tuhan akan terus tersebar. Di kitab Kisah Para Rasul, kenyamanan jemaat mula-mula diusik dengan penganiayaan sehingga mereka terserak, tapi dari situlah Injil tersebar.
Apa itu sasaran iman? Yaitu kita hidup seperti Yesus hidup (Ibr 12:2-3). Waktu ada hinaan kita harus terus bertekun. Tidak perlu meladeni hinaan itu karena di dalam hinaan ada sukacita. Dalam penganiayaan atau kerugian pun ada sukacita. Itulah pemaknaan hidup yang sejati di dalam Tuhan. Jadilah kuat supaya Saudara bisa melawan benteng-benteng perlawanan dari pihak orang berdosa. Bertekunlah karena banyak yang menjadi lemah dan putus asa. Untuk berhasil kita memang harus mengalami penderitaan dan aniaya. Segera taati jika Tuhan berbicara maka ledakan-ledakan dalam diri kita akan terus terjadi. Bukan untuk sombong, tapi untuk menjadi sama seperti Yesus karena Dialah teladan kita, Dialah sasaran iman kita. Jika kita terus memandang kepada Yesus maka ketakutan, kekuatiran yang begitu merintangi bisa teratasi. Kita dipanggil untuk menjadi pahlawan-pahlawan iman. Akan ada banyak rintangan atau tantangan, tapi kita bisa mengatasinya.
Khotbah:
Hosea Hartono
Jubilee Semarang
0 comments:
Post a Comment